September 19, 2024

BEM FMIPA UNIMUS | Sabtu, 29 Mei 2021, 07.00 WIB

Sejak masuknya kasus Covid-19 pertama di Indonesia yakni pada 2 Maret 2020. Pemerintah melalui Kemendikbud tegas menyatakan kegiatan belajar mengajar dilaksanakan di rumah, yang awalnya diliburkan lalu pada Surat Edaran Sekretaris Jenderal Nomor 15 Tahun 2020 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Belajar Dari Rumah Dalam Masa Darurat Covid-19 yang menjadi tonggak awal dari dimulainya pembelajaran secara berani melalui jaringan internet.
Menurut Kepala Biro Kerjasama dan Hubungan Masyarakat (BHKM) Kemendikbud Evy Mulyani dalam mediaindonesia.com berdasarkan Surat Edaran tersebut.Bertujuan untuk memastikan pemenuhan hak anak untuk mendapatkan layanan pendidikan selama darurat covid-19, melindungi warga satuan pendidikan dari dampak buruk covid-19, mencegah penyebaran dan penularan covid-19 di satuan pendidikan serta memastikan dukungan psikososial bagi pendidik, siswa, dan orang tua / Wali. Evy mengatakan, metode pelaksanaan BDR meliputi pembelajaran jarak jauh atau PJJ dalam jaringan (daring), menggunakan gawai maupun laptop melalui beberapa portal dan aplikasi pembelajaran berani.
pembelajaran jarak jauh jaringan atau offline (luring), penggunaan televisi, radio, modul belajar mandiri dan lembar kerja, bahan ajar cetak, alat peraga dan media belajar dari benda di lingkungan sekitar.
Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) juga perlu diperhatikan kualitasnya.“Artinya PJJ itu tetap kita minta Kemendikbud untuk melakukan perbaikan,” kata Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda kepada Medcom.id, Kamis, 6 Mei 2021.
Menurut Huda, semangat kebijakan PTM terbatas sesungguhnya sederhana, namun penting. Melalui PTM terbatas, menurut dia, anak-anak akan kembali mendapatkan suasana sekolah. “PTM terbatas itu semangatnya hanya mengembalikan suasana anak ke sekolah, dan kan terbatas,” ujarnya.

Menteri Pendidikan Kebudayaan dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim menyatakan, alasan penerapan kebijakan Riset Tatap Muka (PTM) yakni untuk menyelamatkan kesehatan mental para siswa. Menurutnya selama Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) kesehatan mental siswa menjadi korban. “Kita tidak bisa menunggu lagi dan mengorbankan pembelajaran dan kesehatan mental daripada murid-murid kita,” kata Nadiem dalam talkshow dari berani mengumumkan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas), Rabu, 5 Mei 2021.

Ada berbagai penyebab kesehatan mental siswa menjadi rentan selama PJJ. Salah satunya, kata Nadiem, mengalami kebosanan di dalam rumah hingga siswa kesepian dan mengalami depresi karena tidak bertemu dengan teman-teman dan gurunya.

“Perbedaan akses dan kualitas selama pembelajaran jarak jauh dapat mengakibatkan pencapaian belajar, terutama untuk anak dari sosio ekonomi yang berbeda,” ujar Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah (PAUD DIKDASMEN), Jumeri pada, Selasa 1 Desember 2020 ( Dalam Bisnis.Id).Kemudian, akan kehilangan kehilangan pembelajaran yang terjadi secara berkepanjangan dan menghambat tumbuh kembang anak secara optimal.

Dampak selanjutnya adalah tekanan psikososial dan kekerasan dalam rumah tangga yang mana mengakibatkan anak stres akibat minimnya interaksi dengan guru, teman dan lingkungan luar, ditambah tekanan akibat sulitnya pembelajaran jarak jauh yang menyebabkan stres pada anak.

Menurut Nadiem, para siswa juga stress karena minim interaksi di luar rumah. Nadiem mengaku juga menerima laporan siswa dari berbagai macam kesulitan domestik selama di rumah. “Anak-anak ke sekolah itu mengembalikan suasana, dan korelasi sosial dengan teman sekelasnya, dan menyelesaikan psikologis anak,” sebut dia.

“Juga kasus kekerasan banyak yang tidak terdeteksi, tanpa banyak sekolah terjebak pada kekerasan di rumah tanpa terdeteksi oleh guru,” kata dia lagi. Sebelumnya, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati (Dalam Bisnis.id) ) mengatakan pandemi Covid-19 telah berdampak pada tingginya kasus perkawinan atau pernikahan pada anak.

Bintang mengatakan, dalam kurun waktu Januari hingga Juni 2020, Badan Peradilan Agama Indonesia telah menerima sekitar 34.000 aplikasi dispensasi kawin yang diajukan oleh calon mempelai yang belum berusia 19 tahun. Menteri menilai tingginya kasus perkawinan pada anak menjadi salah satu penyebab angka anak putus sekolah.

Sudah satu tahun pandemi Covid-19 melanda dunia dan dampak sosial negatif yang berkepanjangan seperti putus sekolah, penurunan pencapaian belajar, kekerasan pada anak, dan risiko eksternal lainnya. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Anwar Makarim, pada pengumuman Surat Keputusan Bersama (SKB) Mendikbud, Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Menteri Kesehatan (Menkes), dan Menteri Agama (Menag) tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di Masa Pandemi Covid- Selasa (30/3) menjelaskan bahwa prinsip yang menjadi pertimbangan utama dalam penyelenggaraan pendidikan selama pandemi Covid-19 adalah kesehatan dan keselamatan serta tumbuh kembang dan hak anak.

BDR lalu didukung oleh pemerintah karena dinilai kurang karena banyaknya kendala yang muncul dari kebijakan BDR ini, mulai dari tidak meratanya infrastruktur pendukung untuk pembelajaran PJJ, banyaknya guru yang tidak akan cakap akan penggunaan gawai, hingga banyaknya kasus yang menyebabkan anak stres terhadap pembelajaran jarak jauh ini. Pemerintah lalu mengeluarkan SKB 4 Menteri Tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran Pada Tahun 2020/2021 Di Masa Pandemi Covid-19. Didalamnya menyatakan bahwa pembelajaran tatap muka dapat dilaksanakan memenuhi syarat-syarat, lalu pemerintah pusat mengembalikan kebijakan untuk memutuskan pembelajaran tatap muka pada pihak Pemerintah Daerah terkait.

Pemerintah memberikan keleluasaan pada pemerintah daerah (pemda) untuk melakukan pembelajaran tatap muka mulai semester genap 2020/2021 atau Januari 2021. Pemberian izin dapat dilakukan secara serentak atau bertahap per wilayah kecamatan dan atau desa atau kelurahan. Hal itu berlaku mulai semester genap tahun ajaran 2020/2021 atau bulan Januari 2021. Salah satu alasan mempersembahkan keleluasaan itu adalah untuk mengurangi dampak negatif PJJ.

Dengan tambahan dari wilayah penyebarannya, yang berstatus zona hijau dan kuning memungkinkan untuk melakukan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) dengan persyaratan ketat, mulai dari penyediaan wastafel untuk cuci tangan sampai hanya memungkinkan 50% dari jumlah siswa yang ada dan juga dapat mengurangi ruang terbuka untuk sarana pembelajaran , tetapi pemerintah tidak mengamati orangtua untuk anaknya melakukan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) yang terdapat opsi lainnya yakni dengan tetap melaksanakan PJJ jika orangtua tidak mau ikut melakukan PTM. Sedangkan untuk wilayah yang berstatus zona oranye dan merah, pembelajaran tatap muka tidak boleh dilakuksanakan.

Kebijakan ini ditanggapi dengan penuh kegembiraan bagi sebagian orangtua siswa. Tetapi IDAI tetap agar tidak abai dan jangan terburu-buru mengambil keputusan, jika tidak ingin membuat klaster baru penyebaran covid-19 bahkan IDAI tidak akan membuat saya cepat dilaksanakan.

Namun, Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) berpandangan lain mengenai hal ini.

“Kemendikbudristek seperti kehabisan akal untuk menghadapi kendala belajar dari rumah (BDR) atau Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) selama masa pandemi COVID-19, meskipun kebijakan telah dibuat, tapi hingga April 2021 belum menunjukkan hasil sebagaimana diharapkan,” kata Sekjen FSGI Heru Purnomo, seperti dikutip antaranews.com.

Seperti anggapannya, pemerintah dinilai terlalu tergesa-gesa dalam kebijakannya, padahal kesehatan anak dan guru menjadi taruhannya.

“Padahal ini hanya kemalasan, mencari terobosan lain dan dapat menimbulkan masalah lain, misalnya ledakan kasus COVID-19 jika pembukaan sekolah tidak disertai kesiapan dan perlindungan berlapis untuk peserta didik dan pendidik. Sudah banyak kasus covid setelah satuan pendidikan menggelar PTM,” kata dia, dikutip dari antaranews.com.

Ada banyak solusi yang dapat diterapkan oleh pemerintah, mulai dari percepatan pembangunan infrastruktur pendukung PJJ. Karena tidak selamanya daerah itu zona hijau atau kuning, terkadang kasus-kasus yang menyebabkan pembelajaran tatap muka harus digelar. Pemerataan infrastruktur pendukung PJJ harus segera diselesaikan. Atau Pemerintah sudinya menyediakan pelatihan keterampilan dalam menggunakan teknologi, guna mendukung kecapakan guru dalam menggunakan teknologi pendukung kegiatan Belajar Dari Rumah. Baik itu diselenggarakan secara langsung oleh Kemendikbud, atau dikembalikan ke satuan pendidikan terendah.

Sekolah juga mewajibkan siswa dan gurunya untuk taat dan tidak abai terhadap protokol kesehatan, bila diperlukan sekolah seharusnya dapat membuat kebijakan yang dapat membuat siswa dan gurunya menjadi lebih taat dan sadar akan bahaya Covid-19.