November 7, 2024

BEM FMIPA UNIMUS | Kamis, 3 Juni 2021, 18.30 WIB

Opini   : Indra Firmansyah

Jika kita bicara soal krisis iklim, dalam bayangan kita pasti tertuju pada kekeringan dan mencairnya es baik itu di Kutub Utara ataupun di Kutub Selatan atau meningkatnya suhu rata-rata bumi. Ternyata gak hanya itu loh dampak dari krisis iklim, salah satunya adalah abrasi atau pengikisan pantai yang diakibatkan oleh pasang surut air laut yang bersifat merusak. Mengapa itu bisa terjadi? Mari kita ulas bersama-sama.

Foto 1 Perkiraan jika es di Greenland mencair sepenuhnya, maka permukaan air laut akan meningkat sampai 6 meter dan mengakibatkan beberapa daerah terancam tenggelam. Sumber www.climate.nasa.gov

Berdasarkan data dari Climate Nasa banyak wilayah di pesisir utara pulau jawa dan beberapa daerah lain di Indonesia diprediksi akan tenggelam pada tahun 2050. Jika kita bicara secara rasional faktor utamanya adalah abrasi dan penurunan muka tanah serta meningkatnya gelombang air laut, terus kenapa bisa abrasi? Sudah pasti karena tingginya gelombang air laut, tetapi kenapa kok tiba-tiba gelombang air lautnya jadi tinggi? Jawaban yang paling mungkin adalah karena es di tiap-tiap kutub mencair. Loh apa hubungannya? Bumi kita ini bulat, dan lautan kita dihubungkan oleh dua belah kutub tersebut. Jadi jika es di kedua belah kutub itu mencair, maka airnya itu pasti akan jatuh ke laut dan nyebabin tingginya gelombang air laut sampai dengan 6 meter.

Terus apa yang bisa kita lakukan? Sebelum menyelesaikan masalah krisis iklim yang rumit tersebut ada baiknya kita melakukan langkah jangka pendek terlebih dahulu, yaitu dengan menanam mangrove sebagai pencegah jangka pendek yang ampuh juga sudah dicoba di beberapa tempat dan memang benar berhasil mencegah abrasi.

Jika tidak terdapat penahan yang kuat di bibir pantai maka abrasi akan cepat terjadi dan beberapa daerah di pesisir pantai akan cepat tenggelam. Mangrove memiliki sistem perakaran yang hampir tidak tertembus oleh air garam dan jika kelebihan garam mangrove akan mengeluarkannya. Selain itu mangrove juga dapat menjadi habitat dari berbagai jenis fauna laut seperti biawak air, udang lumpur, kepiting bakau, dan lain-lain. Karena mangrove merupakan sebuah tumbuhan dan jika dalam jumlah banyak maka akan menjadi hutan mangrove yang besar dan dapat mencegah pemanasan global, menjaga kualitas air, memberikan dampak ekonomi yang luas yakni kayunya dapat dijadikan kayu bakar, daunnya dapat dijadikan pakan ternak, dan menjadi kawasan wisata terpadu.

Tapi seberapa lama mangrove bisa menahan laju gelombang air laut? Jika kita terus menerapkan pola-pola yang mendukung perubahan iklim maka hal itu akan sia-sia karena suhu bumi akan terus naik dan banyak es yang akan mencair, yang pada akhirnya akan meningkatkan gelombang air laut.

Indonesia turut berkomitmen dan berkontribusi dalam Paris Agreement dan berjanji untuk melakukan upaya menurunkan emisi gas rumah kaca dan bergerak aktif mencegah krisis iklim. Tetapi pada kenyataannya di banyak wilayah terjadi deforestasi secara luas dan berkelanjutan, tak hanya itu energi fossil menjadi penyokong energi terbesar di Nusantara ini. Pembangunan PLTU secara berkelanjutan terus terjadi di Indonesia, alih-alih untuk beralih ke energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan. Terdapat lebih dari 12 PLTU yang menerangi pulau Jawa.

Terus apa yang sebaiknya kita lakukan? Kita seharusnya sepakat untuk berhenti dalam mendukung krisis iklim, pemerintah juga seharusnya sudah melakukan mitigasi krisis iklim. Dalam kebijakannya pemerintah kita sebenarnya sudah sepakat dan berkomitmen untuk mencegah krisis iklim. Dalam dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) Pertama Republik Indonesia, di dokumen itu menyebut bahwa sumber emisi paling besar yaitu berasal dari alih guna lahan serta kebakaran hutan yang menyumbang 63% emisi di Indonesia, selain itu sumber paling besar kedua dari penggunaan energi batu bara secara terus menerus, tidak hanya itu sudah tau energi fossil itu sebagai sumber masalah emisi dunia, tetapi pemerintah kita masih saja terus menerus memperbanyak PLTU terutama di pulau Jawa.

Foto 2 diambil dari www.training-sdm.com

Di Jerman yang daerahnya beriklim subtrofis yang berarti gak tiap hari di beri energi matahari, tetapi mereka mampu membuat energi surya sebagai sumber energi terbesar dengan menyokong 80% energi yang ada di negaranya itu.         Dengan potensi yang dimiliki seharusnya Indonesia bisa memanfaatkan energi terbarukan dari tenaga surya yang tidak akan pernah habis dan tentunya ramah lingkungan. Atau di pegunungan kita bisa menggunakan energi angin, tetapi pada umumnya energi angin ini biasanya digunakan pada sektor pertanian yaitu untuk menggerakan pompa-pompa air untuk irigasi, atau air minum ternak. Kedua contoh energi diatas tidak mengandung polusi yang dapat menyebabkan emisi gas rumah kaca sebagai penyebab utama krisis iklim.

Di sektor deforestasi, berdasarkan data dari Direktorat PKHL Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Indonesia mengalami puncak deforestasi pada tahun 2018 yakni sampai 529.266,64 ha, sampai sekarang upaya alih fungsi lahan dengan cara membakar hutan ini sangat lazim terjadi. Deforestasi merupakan sumber masalah emisi karbon di Indonesia dengan persentase terbesar. Sudah seharusnya pemerintah itu menindak tegas para perusak hutan tropis yang kita miliki ini. Urgensinya untuk mencegah banyak hal buruk terjadi, seperti abrasi yang terjadi di pesisir pantai utara jawa.

Sudah sepatutnya kita berkontribusi dalam mencegah krisis iklim dan tidak memperparah krisis iklim ini, karena berdampak dan berhubungan langsung dengan semua kalangan masyarakat, seperti di pesisir pantai yang dihantui tenggelam. Mangrove cukup kuat menahan abrasi, tetapi masih ada hal penting lain dari ditanamnya mangrove yaitu mengurangi emisi karbon yang merupakan penyumbang utama krisis iklim.

 

Referensi:

https://foresteract.com/abrasi/

https://nationalgeographic.grid.id/read/13279597/lapisan-es-mencair-lebih-cepat-dari-perkiraan

https://www.mongabay.co.id/2018/07/26/dapatkah-mangrove-tetap-bertahan-terhadap-kenaikan-muka-air-laut/

https://dplh.sulselprov.go.id/berita/manfaat-dan-fungsi-hutan-mangrove-untuk-kehidupan/

https://kkp.go.id/brsdm/bdasukamandi/artikel/4239-mangrove-dan-manfaatnya

https://ilmugeografi.com/ilmu-bumi/hutan/hutan-mangrove

http://ditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/resources/ndc/terjemahan_NDC.pdf

http://sipongi.menlhk.go.id/hotspot/luas_kebakaran

http://web.ipb.ac.id/~tepfteta/elearning/media/Energi%20dan%20Listrik%20Pertanian/MATERI%20WEB%20ELP/Bab%20IV%20ENERGI%20ANGIN/indexANGIN.htm

https://media.neliti.com/media/publications/151118-ID-energi-terbarukan-dalam-pembangunan-berk.pdf

http://ditjenppi.menlhk.go.id/kcpi/index.php/tentang/amanat-perubahan-iklim/komitmen-indonesia#:~:text=Komitmen%20dan%20Kontribusi%20Indonesia%20kembali,kaca%20dan%20bergera%20aktif%20mencegah

https://climate.nasa.gov/interactives/climate-time-machine

https://www.sanspower.com/solar-energy-negara-negara-dengan-pembangkit-listrik-terbanyak.html

https://icel.or.id/wp-content/uploads/infografik-ICEL-1-peta-PLTU-di-Pulau-Jawa-01-2.pdf

http://sipongi.menlhk.go.id/hotspot/luas_kebakaran